Pencerah Kejumudan

Di tengah mirisnya kondisi perfilman Indonesia yang cenderung di penuhi sajian kurang mendidik dan penuh khurafat,film sang pencerah hadir mengobati dahaga pecinta hiburan yang mendidik dan bermutu.

Setelah llima tahun menuntut ilmu di mekkah, Muhammad Darwis kembali ke kampung halamanya di Kauman,Yogyakarta.Kiyai muda yang kemudian mengganti nama menjadi Ahmad Dahlan ini menggantikan ayahnya,Kiyai Abu Bakar sebagai khatib di Masjid Besar Kauman dan guru ngaji di suraunya.

Dalam ceramah pertamanya , dengan lantang ia mengingatakan jamaah untuk berhenti melakukan segala kegiatan bid'ah. Ia juga, mengoreksi kelirunya arah kiblat yang ada di masjid-masjid menggunakan kompas dan peta.

Tak ayal, pertentangan terjadi. Ahmad Dahlan menggunakan ilmu falak, versus para kiai lokal yang meyakini bahwa Allah S.W.T tak butuh arah untuk menghadapa-Nya. Logika pun berbentur dengan keyakinan.
Hingga suatu ketika, belasan laki-laki berbondong-bondong menuju Langgar Kidul Kauman. Sambil memekikkan asma Allah,gerombolan itu mengangkat obor tinggi-tinggi dan meringsekkan surau milik Ahmad Dahlan itu hingga rata dengan tanah. Mereka tengah di bakar kebencian.

Pasalnya,gagasan pembaruan yang diusung Ahmad Dahlan telah membuat gusar para penghulu Masjid Gede Yogyakarta.Kegusaran itupun lalu berkembang menjadi benci yang ditular-tularkan.
Begitu sepenggal adegan di awal film Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo yang menuturkan kisah hidup seorang kiai, pahlawan nasional dan pendiri Muhammadiyah, Muhammmad Darwis atau yang lebih di kenal dengan nama Kiai Haji Ahmad Dahlan.

Secara keseluruhan,film garapan sutradara handal pembuat film laris Ayat-ayat Cinta dan Perempuan Berkalung Sorban ini cukup apik menajikan hiburan mendidik dengan nuansa islami yang kental, Apalagi di tengah kondisi minimnya minat insan perfilman Indonesia untuk mengangkat kisah perjuangan para ulama. Kita tunggu karya-karya bermutu sejenis yang mencerdaskan bangsa.

Komentar

Postingan Populer